Welcome

Selamat Datang Di Pusat Download Kumpulan Karya Tulis Ilmiah, Skripsi dan Tesis Kesehatan Lengkap Kuesioner dan Instrumen Penelitian Gratis
Tampilkan postingan dengan label Artikel Ilmiah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Ilmiah. Tampilkan semua postingan

Artikel Ilmiah Tentang Masa Kerja


Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu organisasi, lembaga dan sebagainya. Masa kerja seseorang dalam organisasi perlu diketahui karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para pekerja dalam melaksanakan aktivitas kerjanya. Misalnya agar produktivitas kerja, semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi pula produktivitasnya karena semakin berpengalaman dan mempunyai keterampilan yang baik dalam menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepadanya (Siagian, 1989).
Pengertian masa kerja adalah sebagai pengalaman kerja yaitu lamanya seseorang bekerja di suatu instansi atai organisasi yang dihitung sejak pertama kali bekerja, semakin lama bekerja seseorang, tenaga kerja akan semakin dianggap berpengalaman.
Setiap organisasi menginginkan para pekerja terus bekerja pada organisasi yang bersangkutan selama masa aktifnya. Dengan pertimbangan, jika banyak tenaga aktif meninggalkan organisasi dan pindah bekerja ke organisasi lain. Hal ini merupakan pencerminan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam organisasi tersebut. Hal ini yang dipertimabangkan adalah semakin banyak orang lama yang pindah bekerja, organisasi yang ditinggalkan dapat menderita kerugian.

Artikel Ilmiah Tentang Motivasi Kerja


Motivasi adalah proses kejiwaan yang mendasar terdiri dari kebutuhan-kebutuhan, dorongan-dorongan dan tujuan. Memotivasi personel perawat rumah sakit harus dilakukan sejak dini untuk menjaga semagat kerja yang dapat menurun akibat kegiatan rutin dan monoton. Oleh karena itu mengamati motivasi kerja setiap personel perawat dilaksanakan secara terus menerus. Hal ini penting dilakukan untuk mengidentifikasi personel perawat yang memiliki potensi besar untuk berkembang di masa depan. Motivasi sering juga dikaitkan dengan semangat atau etos kerja dalam sebuah perbendarahaan kata (Ilyas, 1999).
Kadang motivasi sangat sulit untuk ditingkatkan tanpa adanya perlakuan yang serius pada diri dari pelaku tersebut, karena motivasi merupakan hal yang tidak bisa diukur dengan melihat hasil kerja tapi ketika hasil kerja itu mengalami peningkatan (Azwar, 1996).
Bernard Berebson dan Gary A. Steiner mendefenisikan motivasi sebagai All those inner striving conditions variously described as wishes, desire need, drives dan the like, yang dapat diartikan sebagai kondisi internal, kejiwaan dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan dan kesukaan yang mendukung individu untuk berprilaku kerja untuk mencapai kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan (Noer Bachry Noor, 2001).

Artikel Ilmiah Tentang Motivasi Kerja


Motivasi bermula dari kata Movere (bahasa latin) yang sama dengan to move (bahasa Inggris) yang berarti mendorong atau menggerakan. Dengan demikian motivasi merupakan semua kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang memberi daya, memberi arah dan memelihara tingkah laku.
Menurut Hasibuan  (2003 : 142) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Jadi motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan,  agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias  mencapai hasil yang optimal.
Motivasi pada seorang karyawan untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, karena motivasi itu melibatkan faktor-faktor individual dan faktor-faktor organisasional. Faktor-faktor yang bersifat individual diantaranya adalah : kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitude), dan kemampuan-kemampuan (abilities), sedangkan faktor-faktor organisasional antara lain : pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama karyawan (coworkers), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (job itself) (Gomes, 2001).
Herzberg sebagaimana diuraikan dalam Davis & Newstrom, (1995), Parrek, (1996), Munandar, (2001), dan Hasibuan, (2003), membagi motivasi kerja kedalam 2 (dua) faktor, yang diberi nama Teori Dua Faktor (Herzberg, Two Factors Motivation Theory), yaitu :
1.    Faktor yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan tersebut, antara lain : a) tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan; b) kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan karyawan dapat maju dalam pekerjaannya; c) pekerjaan itu sendiri (the work itself), besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya; d) pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan karyawan mencapai prestasi kerja, mencapai kinerja yang tinggi; e) pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada karyawan atas kinerja yang dicapai. Jika faktor-faktor tersebut tidak (dirasakan) ada, maka karyawan menurut Herzberg, merasa not satisfied (tidak lagi puas), yang berbeda dari dissatisfied (tidak puas).
2.    Faktor Pemeliharaan (Higiene) merupakan kelompok faktor lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks pekerjaan, berupa faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, yaitu : a) kebijakan dan administrasi perusahaan (company policy and administration, derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi; b) kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja  dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya; c) Gaji dan upah (wages or salaries), derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan kinerjanya; d) hubungan antar pribadi (interpersonal relation), derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan yang lain; e) kualitas supervisi (quality supervisor), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan dan diterima oleh karyawan.
Faktor intrinsik dan faktor pemeliharaan menurut Herzberg harus dapat terwujud secara bersama-sama dan saling mendukung. Faktor intrinsik merupakan faktor motivasi yang ditujukan pada perwujudan kepuasan kerja sedangkan faktor pemeliharaan (higiene) akan mempengaruhi timbulnya ketidakpuasan kerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor pencipta kepuasan harus ditingkatkan dan faktor ketidakpuasan harus mendapat perhatian untuk diminimalisir. Berdasarkan pemahaman tersebut, teori 2 Faktor oleh Herzberg secara ringkas dapat ditunjukkan pada bagan berikut :




Gambar 2.1 Teori 2 Faktor
Sumber : Hasibuan, 2003

Selanjutnya, motivasi pada dasarnya merupakan upaya pemuasan kebutuhan dari setiap individu. Pemuasan kebutuhan tersebut merupakan tujuan dari motif yang menggerakkan perilaku seseorang. Pada gambar 2.1, motivasi dipandang sebagai satu reaksi berantai yang dimulai dari adanya kebutuhan yang menimbulkan keinginan untuk memuaskannya sebagai tujuan, menghasilkan ketegangan psikologis yang mengarahkan perilaku kepada tujuan (kepuasan).



Gambar 2.1 Rantai Motivasi
Sumber : Barelson dan Stainer dalam Koonts (2001 ; 115)

Abraham H. Maslow dengan teori motivasinya tentang kebutuhan mengemukakan ada lima tingkatan kebutuhan manusia secara berjenjang : 1) phisik : sandang, pangan, dan papan; 2) rasa aman dan jaminan : tidak ada kekawatiran akan dikeluarkan dari tempat kerja sewaktu-waktu; 3) kasih sayang dan kebersamaan; 4) penghargaan dan pengakuan; dan 5) aktualisasi diri. Dari beberapa tingkatan kebutuhan tersebut, dikatakan bahwa pada umumnya kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya akan muncul setelah kebutuhan pada tingkatan sebelumnya terpenuhi/ terpuaskan.
David Mc. Clelland (Wexley, 1991:227-231) dengan Three N yaitu : 1) needs for achievement ; 2) needs for power ; 3) needs for afiliation. Teori ini didasarkan bahwa setiap individu manusia butuh berprestasi, kekuasaan dan afiliasi. Hasil penelitian David Mc. Clelland menunjukkan bahwa kebutuhan berprestasi merupakan kebutuhan manusia yang nyata, yang dapat dibedakan dengan yang lain, dan memerlukan motivasi yang cukup tinggi.
Hersey & Blanchard (1986, 69-74) kaitannya dengan kerangka motivasi dan tujuan menjelaskan keterkaitan teori Maslow dengan Herzberg. Maslow mengidentifikasi kebutuhan atau motif yang ada pada seseorang dalam melakukan kegiatan, sedangkan Herzberg menitikberatkan pada kepuasan kegiatan (prestasi) yang akan memotivasi seseorang dalam melakukan kegiatannya. Kebutuhan penghargaan, pengakuan, aktualisasi diri pada hirarki Maslow merupakan faktor motivator dari Herzberg, sedangkan kebutuhan fisiologi, rasa aman dan jaminan, cinta kasih dan kerbersamaan, serta sebagian kebutuhan penghargaan dan pengakuan pada hiarki Maslow, identik dengan faktor hygiene/pemeliharaan dari Herzberg.
Menurut pandangan Islam, pemberian motivasi kepada individu diperlukan untuk dapat mewujudkan suatu aktivitas kerja yang baik khususnya dalam upaya perjuangan Keislaman. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al Anfal ayat 60, sebagai berikut :

Terjemahan      :    “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”

Artikel Ilmiah Tentang Rumah Sakit


Menurut WHO (1957) rumah sakit adalah bagian (internal) dari organisasi sosial dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan rehabilitatif, dimana pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan dan merupakan pusat untuk latihan tenaga keseahtan serta penelitian bidang sosial (Ilyas, 2001).
Sedangkan menurut Guwandi (1991) rumah sakit adalah suatu usaha yang menyediakan pemondokan yang meberikan jasa pelayanan medik jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang yang menderita sakit, terluka dan untuk mereka yang mau melahirkan. Disamping itu juga menyediakan atau tidak menyediakan pelayanan atas dasar berobat jalan kepada pasien yang bisa langsung pulang.
Seiring dengan perkembangan jaman, maka pada saat ini rumah sakit mengalami berbagai perkembangan pula.perkembangan yang dimaksud dapat dibedakan atas 4 macam yakni (Azrul Azwar, 1996, hal 95):
1.    Perkembangan pada fungsi yang dimilikinya
Jika dahulu fungsi rumah sakit hanya untuk menyembuhkan orang sakit maka ini berkembang menjadi suatau pusat kesehatan. Dengan munculnya kesehatan dan berkesinambungan pelayanan kesehatan serta perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, maka fungsi rumah sakit telah mencakup pula pendidikan dan penelitian.
2.    Perkembangan pada ruang lingkup kegiatan yang dilakukannya.
Jika dahulu ruang lingkup kegiatannya hanya merupakan tempat beristirahat, tempay mengasuh anak yatim serta tempat tingggal orang jompo maka saat ini berkembang menjadi suatu institusi kesehatan. Denagn munculnya diversifikasi dalam kehidupan masyarakat maka runag lingkup kegiatan rumah sakit yang semula mencakup berbagai aspek sosial, apad saat ini telah dibatasi hanya pada aspek kesehatan saja.
3.    Perkembangan pada masing-masing fungsi yang dimiliki oleh rumah sakit.
Fungsi pelayanan pendidikan dan penelitian yang diselenggarakan oleh rumah sakit tidak lagi pada hal-hal yang sederhana saja, tetapi mencakup pula hal-hal yang spesifik bahkan sub spesifik.
4.    Perkembangan pada masing-masing pemilikan rumah sakit.
Jika dahulu rumah sakit hanya didirikan oleh badan-badan keagamaan, badan-badan  sosial ataupun pemerintah, saat ini telah didirikan oleh berbagai badan-badan swasta dan telah menjadi satu kegiatan ekonomi.
Rumah sakit merupakan sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan serta dapat dimanfaatkan pendidikan tenaga dan penelitian.
Ditinjau dari kemampuan yang dimiliki rumah sakit di Indonesia dibedakan atas 5 macam, yaitu (Boy, 2004) :

1.    Rumah sakit tipe A
Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan sub spesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit kelas ini ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi.
2.    Rumah sakit tipe B
Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan sub spesialis yang terbatas.
3.    Rumah sakit tipe C
Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran yang disediakan, yakni pelayanan penyakit dalam, bedah, kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Rumah Sakit Umum Mamuju merupakan rumah sakit tipe C yang menerima pasien rujukan dari seluruh puskesmas dalam wilayah administratif Kabupaten Mamuju.
4.    Rumah sakit tipe D
Rumah sakit yang bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini rumah sakit hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi.
5.    Rumah sakit tipe E
Rumah sakit yang hanya menyelenggarakan satu macam pelayanan kedokteran saja, seperti riumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung dan lain sebagainya.
Secara umum maksud didirikan rumah sakit adalah:
1.    Memberikan asuhan pasien, pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif.
2.    Memberikan pelayanan kesehatan masyarakat, promotif dan preventif paripurna. Bentuk pelayanan yang diberikan pada pasien rawat inap mencakup :
a.    Pemeriksaan keadaan umum pasien oleh dokter dan perawat untuk mengetahui pengaruh obat-obatan yang diberikan pada pasien.
b.    Tindakan terapi oleh dokter dan perawat sebagai upaya pengobatan dan perawatan serta penyuluhan.
c.    Pelayanan keperawatan berupa pemeliharaan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan makanan pasien serta kebutuhan lainnya, ketentraman serta kenyamanan pasien selama di rawat. Setiap tindakan dokter, perwat yang berhubungan dengan proses penyembuhan penyakit, tercatat dalam daftar catatan medik (status) masing-masing pasien merupakan kumpulan rahasia jabatan kalangan tenaga kesehatan, tidak boleh diketahui oleh pasien dan keluarga kecuali hal yang dianggap penting untuk diberitahukan demi mendukung proses penyembuhan. 

Artikel Ilmiah Tentang Kompensasi


Menurut Syadam Gaozali (2001 : 234), kompensasi adalah balas jasa yang diterima seorang karyawan/pegawai dari perusahaannya sebagai akibat dari jasa/tenaga yang telah diberikannya pada perusahaan tersebut.
Menurut Husein Umar (1999 : 16) mendefinisikan kompensasi sebagai sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka.
Pada dasarnya kompensasi dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk yaitu :
a.    Uang kontan seperti gaji, upah, tunjangan maupun insentif/bonus
b.    Material yang dapat berupa benda
c.    Fasilitas seperti fasilitas kesehatan, antar jemput, makan siang, perumahan, rekreasi, tempat ibadah dan sebagainya.
Pemberian kompensasi pada dasarnya ditujukan pada upaya-upaya berikut :
a.    Menjamin sumber nafkah karyawan beserta keluarganya
b.    Meningkatkan prestasi kerja para karyawan
c.    Meningkatkan harga diri para karyawan
d.    Mempererat hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan
e.    Mencegah karyawan meninggalkan perusahaan
f.     Meningkatkan disiplin kerja
g.    Perusahaan dpt bersaing dgn tenaga kerja di pasaran
h.    Mempermudah perusahaan mencapai tujuan
i.      Melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Selanjutnya, dalam pemberian kompensasi tersebut, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu :
a.    Dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum
b.    Bersifat adil dan layak
c.    Selalu ditinjau kembali
d.    Mengangkat harkat kemanusiaan
e.    Berpijak pd peraturan
Pemberian kompensasi pada individu juga didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut :
a.    Berdasarkan satuan volume yang dihasilkan
b.    Berdasarkan satuan waktu pekerjaan
c.    Berdasarkan penilaian pekerjaan

Artikel Ilmiah Tentang Keluarga


Manusia membangun kehidupan keluarganya sebagai bagian atau unit yang terkecil dari masyarakatnya. Dalam kehidupan sehari-hari keluarga mempunyai ikatan yang tidak dapat dipisahkan dengan alam lingkungannya dan masyarakat sekitarnya untuk memenuhi keperluan hidupnya. Ada berbagai norma, pola tingkah laku dan sistem nilai yang berlaku sebagai pengatur hubungan dalam sebuah keluarga, sehingga tercipta suasana kekeluargaan yang harmonis, penuh kesadaran, tanggung jawab, dan kesetiaan untuk berkorban serta penuh kasih sayang satu sama, lainnya (Soetjiningsih, 2007).
Pada hakekatnya keluarga diharapkan mampu berfungsi untuk mewujudkan proses pengembangan timbal balik rasa cinta, dan kasih sayang antara anggota keluarga, antar kerabat, serta antar generasi yang merupakan dasar keluarga yang harmonis. Karena sebagai unit yang terkecil dari masyarakat, maka kedudukan keluarga menjadi inti yang paling penting dari suatu masyarakat Dengan demikian maka kehidupan suatu masya­rakat merupakan pantulan dari kehidupan sejumlah keluarga yang terikat didalamnya.
Hubungan kasih sayang dalam keluarga merupakan suatu keperluan bersama dian­tara para anggotanya sebagai jembatan komunikasi menuju rumah tangga yang bahagia. Dalam kehidupan yang diwarnai oleh kasih sayang, maka semua pihak dituntut agar me­miliki tanggung jawab, pengorbanan, saling tolong-menolong, kejujuran, saling mem­percayai, saling membina pengertian dan keterbukaan, sehingga dapat tercipta suasana yang rukun dan damai dalam rumah tangga. Suasana yang seperti ini merupakan media yang diperlukan tumbuh kembang anak, disamping itu, bapak/ibu dapat berkarya dengan tenang, sehingga dapat berprestasi seperti yang diharapkan. Karena cinta kasih merupa­kan bagian hidup dalam diri manusia dalam membangkitkan daya kreativitas manusia baik dalam mencipta maupun menikmati hasil budaya (Soetjianingsih, 2007).
Sejak manusia dilahirkan bahkan semasa masih didalam kandungan pun, anak sudah bisa merasakan kasih sayang yang diberikan oleh orang tuanya. Bentuk kasih sayang dari orang tuanya seringkali dinyatakan dalam bisikan kasih sayang, ciuman, sentuhan lengan yang penuh kasih sayang, maupun dengan menyanyikan lagu-lagu melalui cerita atau dongeng sebelum tidur. Sikap seorang ibu dalam mengasuh anaknya merupakan suatu pancaran kasih sayang. Seorang ibu akan merasa sangat berbahagia jika ia dapat menyusui anaknya sendiri. Rasa kasih sayang melalui hangatnya pelukan si ibu pada saat menyusui akan dirasakan oleh bayinya dan menimbulkan rasa aman. Disamping itu ASI (Air Susu Ibu) juga sangat bermanfaat untuk bayi, sehingga tumbuh kembang bayi yang minum ASI tersebut lebih optimal. Sebaliknya seorang ibu yang tidak dapat menyusui anaknya karena berbagai sebab, akan merasa seperti kehilangan tempat untuk mencurahkan kasih sayangnya (Soetjianingsih, 2007).
Sikap ibu dan ayah terhadap anak memenuhi kebutuhan anak itu sendiri. Bayi memerlukan cinta ibu tanpa syarat, yang tidak mengharapkan imbalan atas ketidak­berdayaan anaknya. Bayi memerlukan pengasuhan baik secara lahiriah juga secara kejiwaan. Sedangkan ayah mempunyai sedikit hubungan dengan anak pada tahun-tahun pertama hidupnya, dan pentingnya ayah bagi anak pada masa awal ini tidak dapat dibandingkan dengan pentingnya ibu. Hal ini berhubungan dengan peran ibu sebagai orang yang mengandung, melahirkan dan menyusui anaknya. Bagian hidupnya merupakan keinginan bahwa anak-anaknya yang dulunya tergantung kepadanya akhirnya memisah­kan diri darinya. Cinta ayah dibimbing oleh prinsip-prinsip dan harapan-harapan: cinta itu bersifat sabar dan toleran, tidak mengancam dan otoriter. Cinta ayah itu memberi anak yang sedang tumbuh itu suatu peningkatan rasa kompetensinya dan akhirnya menginginkan dia mendapatkan kewibawaannya sendiri dan melepaskan kewibawaan si ayah (Soetjianingsih, 2007).

Artikel Ilmiah Tentang Pendidikan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata didik yang mendapatkan awalan pe- dan akhiran –an yang berarti memeilihara dan memberi latihan. Dalam memeilihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tututan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Menurut UU No. 23 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar setiap peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memelihara kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Usaha sadar dan terencana tersebut diwujudkan dalam suatu bentuk proses pendidikan baik formal maupun non formal. Pendidikan formal dimaksudkan dengan  kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk didalamnya adalah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.  Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sedangkan pengertian pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Sedangkan pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang  (Undang Undang No 20 tahun 2003).
Tingkat pendidikan seseorang khususnya pendidikan formal akan mempengaruhi pengetahuan individu yang bersangkutan terhadap suatu objek. Sebagaimana menurut Kurt Lewin, pendidikan formal yang diterima seseorang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuannya untuk memahami sesuatu dan juga berpengaruh pada sikap dan tindakan seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan. Selanjutnya, tingkat pendidikan juga erat kaitannya dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi.

Artikel Ilmiah Tentang Puskesmas


Sejarah Puskesmas
Konsep puskesmas pertama kali dirumuskan oleh suatu tim yang diketuai oleh Lord Dawson dari Inggris. Pada tahun 1920 konsep tersebut menyebar ke Eropa dan Amerika. Di Indonesia pada tahun 1942 dirintis pembentukan puskesmas oleh Rockefeller Foundation di bawah pimpinan dr. Y. J. Hendrich. Ia memulai programnya dengan melakukan kampanye tentang cacing tambang, serta penyuluhan kesehatan kepada masyarakat desa. Pada tahun 1925, Dinas Kesehatan Rakyat (DKR) melaksanakan usaha pendidikan kesehatan melalui kunjungan rumah. Pada tahun 1951, oleh prof. Dr. Sulianti Saroso telah merintis pembentukan NKIA untuk ibu hamil, bayi dan anak, balai pengobatan, usaha hygene, sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan lain-lain serta berfungsi menggantikan fungsi puskesmas di satu kecamatan. Fungsi balai pelayanan tersebut berjalan dengan sendiri-sendiri sehingga tidak mengetahui kegiatan satu dengan yang lainnya dan pelaporan dilakukan juga oleh masing-masing balai pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan Rakyat (Aditama, 2002).
Pada tahun 1951 di kota Bandung di prakarsai oleh dr. J. Laimena merintis terbentuknya puskesmas dengan nama awal Pusat Kesehatan (Health Centre) dimana usaha-usaha pelayanan kesehatan kepada rakyat yang mengintegrasikan kegiatan pada preventive (pencegahan) dan curative (pengobatan). Namanya kemudian berubah menjadi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dengan meliputi prinsip dasar dari Public Health yaitu “Basic Health Servise”. Rencana ini dikenal dengan Bandung Plan dan dicantumkan laporan dalam WHO. WHO kemudian mengadakan rapat di Jenewa pada tahun 1953. Dalam rencana tersebut rakyat di ikut sertakan untuk lebih pesat dalam usaha-usaha bidang preventive (pencegahan) (Noer Bachry  Noor, 2001).
Sebagai salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan yang dipandang paling dekat dengan masyarakat, revitalisasi puskesmas bisa dijalankan dengan misalnya penambahan fasilitas fisik, jaringan sistem komputer, serta tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis. Puskesmas juga memerlukan pengembangan pelayanan rawat inap hingga perbaikan manajemen pelayanan. Dengan kata lain, puskesmas-puskesmas harus terus didesain untuk mengejar ketertinggalan dengan institusi layanan kesehatan lain seperti rumah sakit yang lebih dahulu dan tertata lebih baik (Oryz, 2007).
2.   Defenisi Puskesmas   
Puskesmas dapat didefenisikan sebagai suatu kesatuan organisasi kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi pada masyarakat di wilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kegiatan pokok puskesmas (Depkes RI,1995).
Definisi puskesmas yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (1995) hampir sejalan dengan definisi dari R. Widodo Talago (1967), dimana puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan pokok secara menyeluruh dan terintegrasi pada masyarakat, sebagai usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
3.   Fungsi Puskesmas
Untuk mewujudkan peranan puskesmas maka fungsi puskesmas dijabarkan sebagai berikut       :
a.    Sebagai pusat pengembangan masyarakat kesehatan diwilayah kerjanya.
b.    Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan hidup sehat.
c     Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya (Noer Bachry Noor, 2001).
4.    Tujuan Puskesmas
Tujuan puskesmas adalah mengembangkan dan mendekatkan secara merata pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas (Depkes RI, 1995).

Pengertian Hubungan Rekan Kerja


Hubungan dengan rekan kerja dimaksudkan dengan pola interaksi yang terjalin antara individu dalam dunia kerja. Sedangkan interaksi menurut H. Bonner (1975) adalah hubungan antara dua atau lebih individu manusia dan perilaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah dan memperbaiki perilaku individu yang lain atau sebaliknya. Dengan demikian, antara individu yang berinteraksi senantiasa merupakan hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi secara timbal balik pula (Uripni dkk, 2003 ; hal 29)
Hubungan dengan rekan kerja merupakan salah satu hal yang perlu dibangun dalam lingkup organisasi. Organisasi yang terbentuk berdasarkan adanya kumpulan dari banyak individu yang lebih dari 1 sehingga perlu dibangun kerjasama yang baik diantara sesama pelaku organisasi (Rivai, 2003 ; hal 45).
Hubungan rekan kerja pada dasarnya mencakup pandangan individu anggota organisasi tentang apa yang dipandang sebagai cara yang benar bagi mereka untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan kekuasaan atau cinta ? Apakah hidup ini kooperatif atau kompetitif; individualistik, kolaboratif kelompok atau komunal ? Yang jelas terdapat dua dimensi dari aspek ini. Pertama, struktur hubungan manusiawi yang memiliki alternatif linealitas, kolateralitas, atau individualitas. Kedua, struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi otokrasi, paternalisme, konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegialitas (Schein, 1991).
Hubungan dengan rekan kerja yang baik dipengaruhi oleh komunikasi yang terjalin dengan baik diantaranya begitupun pada tenaga perawat. Komunikasi ini sangat diperlukan dalam dunia kerja terutama terhadap pelaksanaan berbagai aktivitas kerja. Sebagaimana tujuan dari komunikasi adalah untuk memudahkan, dan melancarkan pelaksanaan kegiatan tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Sehingga, dalam proses komunikasi terjadi suatu pengertian yang diinginkan bersama dan tujuan lebih mudah dicapai (Uripni dkk, 2003 ; hal 5). 

Postingan Populer