Welcome

Selamat Datang Di Pusat Download Kumpulan Karya Tulis Ilmiah, Skripsi dan Tesis Kesehatan Lengkap Kuesioner dan Instrumen Penelitian Gratis

Tesis Kematian Neonatal

Faktor Risiko Kematian Neonatal

BAB I  PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Berbagai upaya pembangunan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi dan anak. Bayi menjadi fokus dalam setiap program kesehatan karena dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya setiap saat menghadapi ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan dan kematian akibat
berbagai masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).Berbagai upaya pembangunan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi dan anak. Bayi menjadi fokus dalam setiap program kesehatan karena dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya setiap saat menghadapi ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah salah satu indikator kesehatan yang paling utama pada suatu bangsa, karena berhubungan dengan berbagai faktor seperti kesehatan ibu hamil, mutu dan akses terhadap ke pelayanan kesehatan, kondisi-kondisi sosial-ekonomi, dan berbagai praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Tingginya angka kelahiran prematur adalah penyebab utama sehingga masih tingginya angka kematian bayi (Marian F. Macdorman And T.J. Mathews, 2008).

Kematian bayi adalah kematian pada bayi yang terjadi setelah kelahiran hidup sampai usia 1 tahun yang dapat dibedakan atas kematian perinatal dan kematian neonatal. Kematian perinatal adalah kematian bayi dihitung sejak kelahiran hidup sampai umur 7 hari, sedangkan kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada umur 8 – 28 hari. Kematian bayi merupakan indikator utama pembangunan suatu negara sehingga menjadi perhatian utama dalam upaya penurunan jumlah kejadian setiap tahun.

Penurunan Angka Kematian Bayi memerlukan upaya bersama tenaga kesehatan dengan melibatkan dukun bayi, keluarga dan masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi ibu dan bayi baru lahir. Untuk mengukur keberhasilan penerapan intervensi yang efektif dan efisien, dapat dimonitor melalui indikator cakupan pelayanan yang mencerminkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan bayi baru lahir. Penurunan angka kematian bayi dapat dicapai dengan memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berkesinambungan sejak bayi dalam kandungan, saat lahir hingga masa neonatal. Sehingga peran pelayanan antenatal merupakan upaya untuk dapat menekan berbagai masalah kesehatan selama masa kehamilan dan persalinan yang dapat berkontribusi terhadap kematian bayi (Depkes RI, 2010).

Laporan Millenium Development Goal’s (MDG’s) tahun 2010 di Indonesia menunjukkan bahwa angka kematian bayi telah mengalami penurunan dari 68 per 1.000 KH di tahun 1991 menjadi 34 per 1.000 KH di tahun 2007 dan mencapai 30 per 1.000 KH di tahun 2009, sedangkan penurunan kematian neonatal berlangsung lambat yaitu dari 32 per 1.000 KH pada tahun 1991, menjadi 17 per 1.000 KH pada tahun 2004 namun mengalami peningkatan lagi menjadi 19 per 1.000 KH di tahun 2007 (SDKI, 2007, MDG’s, 2010 dan WHO, 2007 dan 2011). Dari data kematian tersebut menunjukkan bahwa 55,8% dari kematian bayi terjadi pada periode neonatal, sekitar 78,5%-nya terjadi pada umur 0-6 hari (Riskesdas 2007). Jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya, capaian penurunan angka kematian bayi di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara seperti Vietnam 20,9 per 1.000 KH, Thailand 16,39 per 1.000 KH, dan Malaysia 15 per 1.000 KH (WHO, 2011).

Capaian angka kematian bayi di Propinsi Sulawesi Tengah berdasarkan laporan MDG’s tahun 2010 adalah 42 per 1.000 KH dan menempati urutan ke-4 tertinggi di seluruh wilayah Indonesia setelah Nusa Tenggara Barat (NTB), Gorontalo dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Capaian ini telah mengalami penurunan dari tahun 2003 yang mencapai 52 per 1.000 KH. Sedangkan angka kematian neonatal sampai tahun 2003 mencapai 24 per 1.000 KH (Profil Kesehatan Sulteng Tahun 2006). Tingginya capaian tersebut mengingat data kematian bayi mencapai 484 kasus dengan kematian neonatal sebanyak 387 kasus di tahun 2009, 384 kasus kematian bayi dan 335 kasus kematian neonatal di tahun 2010 yang meningkat lagi pada tahun 2011 dengan jumlah kematian bayi sebanyak 439 kasus dan kematian neonatal sebanya 367 kasus (Profil Kesehatan Sulawesi Tengah Tahun 2011).

Kabupaten Morowali sebagai wilayah bagian administrasi dari Propinsi Sulawesi Tengah, kejadian kematian neonatal masih cenderung tinggi dan memberi kontribusi terhadap tingginya angka kematian bayi di tingkat propinsi, dimana tercatat jumlah kematian bayi pada tahun 2009 tercatat sebanyak 40 kasus dengan kematian neonatal sebanyak 38 kasus, pada tahun 2010 tercatat 49 kasus kematian bayi dengan kematian neonatal sebanyk 40 kasus dan di tahun 2011 mengalami peningkatan kasus kematian bayi mencapai 56 kasus dengan kematian neonatal 43 kasus (Profil Kesehatan Kabupaten Morowali Tahun 2012).

Kematian bayi termasuk neonatal berkaitan langsung dengan tingkat kematian ibu sehingga kesehatan kehamilan dan persalinan menjadi tolak ukur keberhasilan pelayanan kesehatan untuk menekan angka kematian ibu dan bayi. Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu, maka setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu, setiap ibu hamil harus mempunyai akses terhadap petugas dan pelayanan kesehatan. Namun demikian, akses ternyata masih menjadi persoalan di sebagian wilayah Indonesia, khususnya di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan. Hal tersebut antara lain disebabkan adanya keterbatasan infrastruktur dan transportasi, kondisi geografis dan cuaca yang sulit, serta masih kurangnya tenaga kesehatan. Hal-hal tersebut akan menyulitkan proses rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terdekat ketika ada ibu hamil atau bersalin yang mengalami komplikasi (Depkes RI, 2010).

Menurut Kosen dan Sarimawar (2005), penyebab utama kematian neonatal dini adalah infeksi (56%), asfiksia (45%) dan kelainan bawaan (11%) sedangkan kematian pada neonatal lanjut adalah infeksi (56%), berat badan lahir rendah (BBLR) dan prematuritas (14%), ikterus dan neonatal jaundice (14%), kelainan bawaan (7%) dan obstruksi usus (7%).

Penyebab langsung yang memberi kontribusi terbesar terhadap kematian bayi termasuk neonatal adalah kelahiran bayi dengan BBLR dan prematur. Penyokong terbesar terhadap kejadian prematuritas dan BBLR terhadap Angka Kematian Bayi (AKB) yang lebih tinggi adalah rendahnya perhatian pelayanan kesehatan pada ibu hamil, baik sebelum kehamilan, selama kehamilan, dan setelah persalinan. Perhatian terhadap status kesehatan ibu melalui pemberian pengetahuan tentang nutrisi yang baik, kebiasaan mengkonsumsi makanan sehat, dan konsumsi vitamin; pemberian pelayanan yang berdasar pada prioritas dan kebutuhan ibu hamil dan ketepatan waktu dalam pelayanan; menghindarkan penggunaan tembakau, alkohol dan penyalahgunaan narkoba; pendidikan tentang perilaku seksual dan mengatur jarak kehamilan akan membantu mewujudkan kesehatan ibu dan mengurangi risiko terhadap kematian bayi (JCCI, 2008).

Kematian neonatal juga berkaitan dengan outcome kehidupan yang rendah dan dapat disebabkan oleh faktor prematuritas, asfiksia neonatorum, infeksi, kelainan kongenital yang menyertai dan status paru. Sedangkan penyebab utama kejadian kematian bayi pada minggu pertama setelah kelahiran adalah lebih banyak disebabkan oleh asfiksia lahir dan prematuritas berat sedangkan infeksi bakteri menjadi penyebab kematian pada perkembangan bayi selanjutnya. Selanjutnya, kematian neonatal juga berkaitan dengan adanya komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia neonatorum, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 98% kematian ini terjadi pada negara berkembang yang dapat dicegah dengan diagnosa dini pengobatan yang tepat (Kosim. MS, 2004).

Masalah berat lahir rendah  (kurang dari 2500 gram)  sampai saat ini masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal dan neonatal. Berat lahir rendah (BLR) dapat dibedakan atas bayi yang dilahirkan preterm, dan bayi yang mengalami pertumbuhan intrauterin terhambat. Di negara-negara maju, sekitar dua pertiga bayi berat lahir rendah disebabkan oleh prematuritas, sedangkan di Negara-negara sedang berkembang sebagian besar bayi BLR di sebabkan oleh pertumbuhan intrauterin terhambat. Bayi dengan berat lahir rendah mempunyai risiko kematian lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal (Saimin, 2008).

Penyumbang utama kematian bayi dan neonatal akibat BBLR adalah prematuritas, infeksi, asfiksia lahir, hipotermia dan pemberian ASI yang kurang adekuat. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kematian karena hipotermia pada bayi berat lahir rendah (BBLR) dan bayi prematur jumlahnya cukup bermakna. Perilaku/kebiasaan yang merugikan seperti memandikan bayi segera setelah lahir atau tidak segera menyelimuti bayi setelah lahir, dapat meningkatkan risiko hipotermia pada bayi baru lahir. Intervensi untuk menjaga bayi baru lahir tetap hangat dapat menurunkan kematian neonatal sebanyak 18-42% (The Lancet Neonatal Survival, 2005).

Masalah utama bayi baru lahir dapat menyebabkan kematian, kesakitan dan kecacatan merupakan akibat dari kondisi kesehatan ibu yang jelek, perawatan selama kehamilan yang tidak adekuat, penanganan selama persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta perawatan neonatal yang tidak adekuat. Bila ibu meninggal saat melahirkan, kesempatan hidup yang dimiliki bayinya menjadi semakin kecil. Kematian neonatal tidak dapat diturunkan secara bermakna tanpa dukungan upaya menurunkan kematian ibu dan meningkatkan kesehatan ibu.

Perawatan antenatal dan pertolongan persalinan sesuai standar, harus disertai dengan perawatan neonatal yang adekuat dan upaya-upaya untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi berat lahir rendah, infeksi pasca lahir (seperti tetanus neonatorum, sepsis), hipotermia dan asfiksia. Sebagian besar kematian neonatal yang terjadi pasca lahir disebabkan oleh penyakit-penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan biaya yang tidak mahal, mudah dilakukan, bisa dikerjakan dan efektif. Intervensi imunisasi Tetanus Toxoid pada ibu hamil menurunkan kematian neonatal hingga 33-58% (The Lancet Neonatal Survival 2005).

Capaian angka kematian bayi di Kabupaten Morowali, jika dibandingkan dengan capaian angka kematian bayi di beberapa daerah di Indonesia, capaian tersebut menduduki urutan ke 4 secara nasional dan jika dibandingkan dengan kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Tengah, angka kematian bayi di Kabupaten Morowali menduduki urutan pertama dan pemberi kontribusi yang lebih besar terhadap tingginya angka kematian bayi di Propinsi Sulawesi Tengah. Sedangkan kematian neonatal merupakan penyumbang utama tingginya jumlah kasus kematian bayi di Kabupaten Morowali terlebih lagi di tingkat Propinsi Sulawesi Tengah. Jumlah kematian neonatal memberi kontribusi >75% dari kematian bayi. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian dilakukan untuk menganalisis faktor risiko yang berhubungan dengan kematian neonatal.


1.2. Rumusan Masalah

1.    Apakah asfiksia neonatorum merupakan faktor risiko terhadap kematian neonatal ?
2.    Apakah bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan faktor risiko terhadap kematian neonatal ?
3.    Apakah umur ibu merupakan faktor risiko terhadap kematian neonatal ?
4.    Apakah paritas merupakan faktor risiko terhadap kematian neonatal ?
5.    Apakah pelayanan antenatal merupakan faktor risiko terhadap kematian neonatal ?


1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang berisiko terhadap kematian neonatal.

1.3.2. Tujuan Khusus

a.    1. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan faktor risiko asfiksia neonatorum terhadap kematian neonatal
b.    2. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan faktor risiko BBLR terhadap kematian neonatal
c.    3. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan faktor risiko umur ibu terhadap kematian neonatal
d.    4. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan faktor risiko paritas terhadap kematian neonatal
e.    5. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan faktor risiko pelayanan antenatal terhadap kematian neonatal


1.4. Manfaat Penelitian

1.    Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam upaya penurunan angka kematian bayi termasuk neonatal dan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya.
2.    Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh instansi terkait khususnya Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Morowali dalam penentuan kebijakan penurunan angka kematian bayi dan neonatal dalam wilayah kerja masing-masing dan tidak terlepas pula organisasi lainnya yang terkait.
3.    Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat selain untuk meningkatkan pengetahuan dalam bidang kesehatan masyarakat khususnya dalam upaya penurunan angka kematian bayi sebagai salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan program pembangunan.
4.    Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam perencanaan program kesehatan khususnya dalam upaya peningkatan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan untuk menunjang peningkatan derajat kesehatan masyarakat khususnya dalam penurunan angka kematian bayi dan neonatal pada masyarakat Kabupaten Morowali.

File lengkap silahkan download disini

ARTIKEL TERKAIT:

0 komentar:

Postingan Populer