Welcome

Selamat Datang Di Pusat Download Kumpulan Karya Tulis Ilmiah, Skripsi dan Tesis Kesehatan Lengkap Kuesioner dan Instrumen Penelitian Gratis
Tampilkan postingan dengan label Bahan Makalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bahan Makalah. Tampilkan semua postingan

Artikel Ilmiah Tentang Kompensasi


Menurut Syadam Gaozali (2001 : 234), kompensasi adalah balas jasa yang diterima seorang karyawan/pegawai dari perusahaannya sebagai akibat dari jasa/tenaga yang telah diberikannya pada perusahaan tersebut.
Menurut Husein Umar (1999 : 16) mendefinisikan kompensasi sebagai sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka.
Pada dasarnya kompensasi dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk yaitu :
a.    Uang kontan seperti gaji, upah, tunjangan maupun insentif/bonus
b.    Material yang dapat berupa benda
c.    Fasilitas seperti fasilitas kesehatan, antar jemput, makan siang, perumahan, rekreasi, tempat ibadah dan sebagainya.
Pemberian kompensasi pada dasarnya ditujukan pada upaya-upaya berikut :
a.    Menjamin sumber nafkah karyawan beserta keluarganya
b.    Meningkatkan prestasi kerja para karyawan
c.    Meningkatkan harga diri para karyawan
d.    Mempererat hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan
e.    Mencegah karyawan meninggalkan perusahaan
f.     Meningkatkan disiplin kerja
g.    Perusahaan dpt bersaing dgn tenaga kerja di pasaran
h.    Mempermudah perusahaan mencapai tujuan
i.      Melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Selanjutnya, dalam pemberian kompensasi tersebut, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu :
a.    Dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum
b.    Bersifat adil dan layak
c.    Selalu ditinjau kembali
d.    Mengangkat harkat kemanusiaan
e.    Berpijak pd peraturan
Pemberian kompensasi pada individu juga didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut :
a.    Berdasarkan satuan volume yang dihasilkan
b.    Berdasarkan satuan waktu pekerjaan
c.    Berdasarkan penilaian pekerjaan

Artikel Ilmiah Tentang Keluarga


Manusia membangun kehidupan keluarganya sebagai bagian atau unit yang terkecil dari masyarakatnya. Dalam kehidupan sehari-hari keluarga mempunyai ikatan yang tidak dapat dipisahkan dengan alam lingkungannya dan masyarakat sekitarnya untuk memenuhi keperluan hidupnya. Ada berbagai norma, pola tingkah laku dan sistem nilai yang berlaku sebagai pengatur hubungan dalam sebuah keluarga, sehingga tercipta suasana kekeluargaan yang harmonis, penuh kesadaran, tanggung jawab, dan kesetiaan untuk berkorban serta penuh kasih sayang satu sama, lainnya (Soetjiningsih, 2007).
Pada hakekatnya keluarga diharapkan mampu berfungsi untuk mewujudkan proses pengembangan timbal balik rasa cinta, dan kasih sayang antara anggota keluarga, antar kerabat, serta antar generasi yang merupakan dasar keluarga yang harmonis. Karena sebagai unit yang terkecil dari masyarakat, maka kedudukan keluarga menjadi inti yang paling penting dari suatu masyarakat Dengan demikian maka kehidupan suatu masya­rakat merupakan pantulan dari kehidupan sejumlah keluarga yang terikat didalamnya.
Hubungan kasih sayang dalam keluarga merupakan suatu keperluan bersama dian­tara para anggotanya sebagai jembatan komunikasi menuju rumah tangga yang bahagia. Dalam kehidupan yang diwarnai oleh kasih sayang, maka semua pihak dituntut agar me­miliki tanggung jawab, pengorbanan, saling tolong-menolong, kejujuran, saling mem­percayai, saling membina pengertian dan keterbukaan, sehingga dapat tercipta suasana yang rukun dan damai dalam rumah tangga. Suasana yang seperti ini merupakan media yang diperlukan tumbuh kembang anak, disamping itu, bapak/ibu dapat berkarya dengan tenang, sehingga dapat berprestasi seperti yang diharapkan. Karena cinta kasih merupa­kan bagian hidup dalam diri manusia dalam membangkitkan daya kreativitas manusia baik dalam mencipta maupun menikmati hasil budaya (Soetjianingsih, 2007).
Sejak manusia dilahirkan bahkan semasa masih didalam kandungan pun, anak sudah bisa merasakan kasih sayang yang diberikan oleh orang tuanya. Bentuk kasih sayang dari orang tuanya seringkali dinyatakan dalam bisikan kasih sayang, ciuman, sentuhan lengan yang penuh kasih sayang, maupun dengan menyanyikan lagu-lagu melalui cerita atau dongeng sebelum tidur. Sikap seorang ibu dalam mengasuh anaknya merupakan suatu pancaran kasih sayang. Seorang ibu akan merasa sangat berbahagia jika ia dapat menyusui anaknya sendiri. Rasa kasih sayang melalui hangatnya pelukan si ibu pada saat menyusui akan dirasakan oleh bayinya dan menimbulkan rasa aman. Disamping itu ASI (Air Susu Ibu) juga sangat bermanfaat untuk bayi, sehingga tumbuh kembang bayi yang minum ASI tersebut lebih optimal. Sebaliknya seorang ibu yang tidak dapat menyusui anaknya karena berbagai sebab, akan merasa seperti kehilangan tempat untuk mencurahkan kasih sayangnya (Soetjianingsih, 2007).
Sikap ibu dan ayah terhadap anak memenuhi kebutuhan anak itu sendiri. Bayi memerlukan cinta ibu tanpa syarat, yang tidak mengharapkan imbalan atas ketidak­berdayaan anaknya. Bayi memerlukan pengasuhan baik secara lahiriah juga secara kejiwaan. Sedangkan ayah mempunyai sedikit hubungan dengan anak pada tahun-tahun pertama hidupnya, dan pentingnya ayah bagi anak pada masa awal ini tidak dapat dibandingkan dengan pentingnya ibu. Hal ini berhubungan dengan peran ibu sebagai orang yang mengandung, melahirkan dan menyusui anaknya. Bagian hidupnya merupakan keinginan bahwa anak-anaknya yang dulunya tergantung kepadanya akhirnya memisah­kan diri darinya. Cinta ayah dibimbing oleh prinsip-prinsip dan harapan-harapan: cinta itu bersifat sabar dan toleran, tidak mengancam dan otoriter. Cinta ayah itu memberi anak yang sedang tumbuh itu suatu peningkatan rasa kompetensinya dan akhirnya menginginkan dia mendapatkan kewibawaannya sendiri dan melepaskan kewibawaan si ayah (Soetjianingsih, 2007).

Artikel Ilmiah Tentang Pendidikan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata didik yang mendapatkan awalan pe- dan akhiran –an yang berarti memeilihara dan memberi latihan. Dalam memeilihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tututan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Menurut UU No. 23 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar setiap peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memelihara kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Usaha sadar dan terencana tersebut diwujudkan dalam suatu bentuk proses pendidikan baik formal maupun non formal. Pendidikan formal dimaksudkan dengan  kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk didalamnya adalah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.  Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sedangkan pengertian pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Sedangkan pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang  (Undang Undang No 20 tahun 2003).
Tingkat pendidikan seseorang khususnya pendidikan formal akan mempengaruhi pengetahuan individu yang bersangkutan terhadap suatu objek. Sebagaimana menurut Kurt Lewin, pendidikan formal yang diterima seseorang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuannya untuk memahami sesuatu dan juga berpengaruh pada sikap dan tindakan seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan. Selanjutnya, tingkat pendidikan juga erat kaitannya dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi.

Artikel Ilmiah Tentang Puskesmas


Sejarah Puskesmas
Konsep puskesmas pertama kali dirumuskan oleh suatu tim yang diketuai oleh Lord Dawson dari Inggris. Pada tahun 1920 konsep tersebut menyebar ke Eropa dan Amerika. Di Indonesia pada tahun 1942 dirintis pembentukan puskesmas oleh Rockefeller Foundation di bawah pimpinan dr. Y. J. Hendrich. Ia memulai programnya dengan melakukan kampanye tentang cacing tambang, serta penyuluhan kesehatan kepada masyarakat desa. Pada tahun 1925, Dinas Kesehatan Rakyat (DKR) melaksanakan usaha pendidikan kesehatan melalui kunjungan rumah. Pada tahun 1951, oleh prof. Dr. Sulianti Saroso telah merintis pembentukan NKIA untuk ibu hamil, bayi dan anak, balai pengobatan, usaha hygene, sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan lain-lain serta berfungsi menggantikan fungsi puskesmas di satu kecamatan. Fungsi balai pelayanan tersebut berjalan dengan sendiri-sendiri sehingga tidak mengetahui kegiatan satu dengan yang lainnya dan pelaporan dilakukan juga oleh masing-masing balai pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan Rakyat (Aditama, 2002).
Pada tahun 1951 di kota Bandung di prakarsai oleh dr. J. Laimena merintis terbentuknya puskesmas dengan nama awal Pusat Kesehatan (Health Centre) dimana usaha-usaha pelayanan kesehatan kepada rakyat yang mengintegrasikan kegiatan pada preventive (pencegahan) dan curative (pengobatan). Namanya kemudian berubah menjadi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dengan meliputi prinsip dasar dari Public Health yaitu “Basic Health Servise”. Rencana ini dikenal dengan Bandung Plan dan dicantumkan laporan dalam WHO. WHO kemudian mengadakan rapat di Jenewa pada tahun 1953. Dalam rencana tersebut rakyat di ikut sertakan untuk lebih pesat dalam usaha-usaha bidang preventive (pencegahan) (Noer Bachry  Noor, 2001).
Sebagai salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan yang dipandang paling dekat dengan masyarakat, revitalisasi puskesmas bisa dijalankan dengan misalnya penambahan fasilitas fisik, jaringan sistem komputer, serta tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis. Puskesmas juga memerlukan pengembangan pelayanan rawat inap hingga perbaikan manajemen pelayanan. Dengan kata lain, puskesmas-puskesmas harus terus didesain untuk mengejar ketertinggalan dengan institusi layanan kesehatan lain seperti rumah sakit yang lebih dahulu dan tertata lebih baik (Oryz, 2007).
2.   Defenisi Puskesmas   
Puskesmas dapat didefenisikan sebagai suatu kesatuan organisasi kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi pada masyarakat di wilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kegiatan pokok puskesmas (Depkes RI,1995).
Definisi puskesmas yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (1995) hampir sejalan dengan definisi dari R. Widodo Talago (1967), dimana puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan pokok secara menyeluruh dan terintegrasi pada masyarakat, sebagai usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
3.   Fungsi Puskesmas
Untuk mewujudkan peranan puskesmas maka fungsi puskesmas dijabarkan sebagai berikut       :
a.    Sebagai pusat pengembangan masyarakat kesehatan diwilayah kerjanya.
b.    Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan hidup sehat.
c     Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya (Noer Bachry Noor, 2001).
4.    Tujuan Puskesmas
Tujuan puskesmas adalah mengembangkan dan mendekatkan secara merata pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas (Depkes RI, 1995).

Pengertian Hubungan Rekan Kerja


Hubungan dengan rekan kerja dimaksudkan dengan pola interaksi yang terjalin antara individu dalam dunia kerja. Sedangkan interaksi menurut H. Bonner (1975) adalah hubungan antara dua atau lebih individu manusia dan perilaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah dan memperbaiki perilaku individu yang lain atau sebaliknya. Dengan demikian, antara individu yang berinteraksi senantiasa merupakan hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi secara timbal balik pula (Uripni dkk, 2003 ; hal 29)
Hubungan dengan rekan kerja merupakan salah satu hal yang perlu dibangun dalam lingkup organisasi. Organisasi yang terbentuk berdasarkan adanya kumpulan dari banyak individu yang lebih dari 1 sehingga perlu dibangun kerjasama yang baik diantara sesama pelaku organisasi (Rivai, 2003 ; hal 45).
Hubungan rekan kerja pada dasarnya mencakup pandangan individu anggota organisasi tentang apa yang dipandang sebagai cara yang benar bagi mereka untuk saling berhubungan, untuk mendistribusikan kekuasaan atau cinta ? Apakah hidup ini kooperatif atau kompetitif; individualistik, kolaboratif kelompok atau komunal ? Yang jelas terdapat dua dimensi dari aspek ini. Pertama, struktur hubungan manusiawi yang memiliki alternatif linealitas, kolateralitas, atau individualitas. Kedua, struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi otokrasi, paternalisme, konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegialitas (Schein, 1991).
Hubungan dengan rekan kerja yang baik dipengaruhi oleh komunikasi yang terjalin dengan baik diantaranya begitupun pada tenaga perawat. Komunikasi ini sangat diperlukan dalam dunia kerja terutama terhadap pelaksanaan berbagai aktivitas kerja. Sebagaimana tujuan dari komunikasi adalah untuk memudahkan, dan melancarkan pelaksanaan kegiatan tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Sehingga, dalam proses komunikasi terjadi suatu pengertian yang diinginkan bersama dan tujuan lebih mudah dicapai (Uripni dkk, 2003 ; hal 5). 

Postingan Populer