Welcome

Selamat Datang Di Pusat Download Kumpulan Karya Tulis Ilmiah, Skripsi dan Tesis Kesehatan Lengkap Kuesioner dan Instrumen Penelitian Gratis

TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN POLA MAKAN FAST FOOD DEGAN KEJADIAN OBESITAS
 PADA REMAJA DI SMP FRATER MAKASSAR



TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Obesitas
  1. Pengertian Obesitas
Obesitas dapat didefinisikan sebagai keadaan patologik dengan terdapatnya penimbunan lemak berlebihan yang terdapat di jaringan bawah kulit melebihi dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh (Bray,1997). Seseorang yang obesitas, jelas menderita kelebihan berat
badan (overweight) namun seseorang yang overweight belum tentu obesitas.
Menurut Mayer dalam Effendi (1992), obesitas merupan keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh.
Pappila dkk (2002) berpendapat bahwa obesitas adalah kondisi kelebihan kelebihan berat badan yang didefinisikan sebagai ukuran lipatan kulit yang melebihi 85%. Sedangkan menurut Dariyo (2004), yang dimaksud dengan obesitas adalah kelebihan berat badan dari keadaan normal yang sebenarnya.
Obesitas (kegemukan) adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang berlebihan, sehingga berat badan seseorang jauh diatas normal dan dapat membahayakan kesehatan. Sedangkan overweight (kelebihan berat badan) adalah keadaan dimana berat badan seseorang melebihi berat badan normal.
Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk (obesitas) yang disebabkan penumpukan adipocytes: jaringan lemak khusus yang disimpan tubuh) secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat badan idealnya yang disebabkan terjadinya penumpukan lemak di tubuhnya.
Definisi obesitas menurut para dokter adalah sebagai berikut (Anonim, 2008):
a. Suatu kondisi dimana lemak tubuh berada dalam jumlah yang berlebihan
b. Suatu penyakit kronik yang dapat diobati
c. Suatu penyakit epidemik
d. Suatu kondisi yang berhubungan dengan penyakit-penyakit lain dan dapat menurunkan kualitas hidup
e. Penanganan obesitas membutuhkan biaya perawatan yang sangat tinggi
Definisi yang lain mengatakan, obesitas sebagai suatu penyakit kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi, dan dapat memperburuk status kesehatan individu. Obesitas bukanlah merupakan gangguan tunggal, tapi merupakan suatu kelompok kondisi heterogen dengan berbagai penyebab.
2. Diagnosa dan Gejala Klinis Penderita Obesitas
Banyak cara yang digunakan untuk mendiagnosa penderita obesitas. Salah satunya dengan melakukan pengukuran sebagai berikut:
a. Underwater weight, pengukuran berat badan dilakukan di dalam air dan kemudian lemak tubuh dihitung berdasarkan jumlah air yang tersisa.
b. BOD POD merupakan ruang berbentuk telur yang berbentuk telur yang telah dikomputerisasi. Setelah seseorang memasuki BOD POD, jumlah udara yang tersisa digunakan untuk mengukur lemak tubuh.
c. DEXA (dual Energy X-ray absorptometry) menyerupai skening tulang. Sinar X digunakan untuk menentukan jumlah dan lokasi dari lemak tubuh.
d. Jangka kulit, ketebalan lipatan kulit dibeberapa bagian tubuh diukur dengan jangka (suatu alat terbuat dari logam yang menyerupai forseps).
e. Bioelectric impedance analysis (analisa tahanan bioelektrik), penderita berdiri diatas skala kusus dan sejumlah arus listrik yang tidak berbahaya dialirkan keseluruh tubuh lalu dianalisa.
Gejala klinis (ciri-ciri fisik) penderita obesitas :
a. Anak terlihat sangat gemuk
b. Pada umumnya anak tersebut lebih tinggi dari anak normal yang seumur
c. Buah dada seolah-olah berkembang atau membesar
d. Sering terlihat dagu yang berganda (double chin)
3. Tipe Obesitas
Wirakusuma Emma (2000) dalam bukunya menyebutkan bahwa penyebaran lemak tubuh yang digunakan untuk melihat jenis-jenis kegemukan. Secara umum dikenal beberapa tipe kegemukan berdasarkan karakteristik distribusi lemak yaitu:
1. Tipe Gynoid (Bentuk Pir)
Tipe ini cenderung dimiliki kebanyakan wanita, dimana lemak disimpan disekitar pinggul dan bokong. Risiko terhadap penyakit pada tipe Gyrnoid umumnya kecil, kecuali risiko terhadap penyakit arthritis dan varises vena (varicose veins).
2. Tipe Android (Bentuk Apel)
Tipe ini biasanya terdapat pada pria, dimana lemak tertumpuk disekitar perut. Risiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe gyrnoid, karena selsel lemak disekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya kedalam pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel lemak ditempat lain. Lemak yang masuk kedalam pembuluh darah dapat menyebabkan penyempitan arteri (hipertensi), diabetes, dan jenis kanker tertentu (seperti kanker payudara dan endometrium)
3. Tipe Ovid (Bentuk kotak buah)
Ciri dari tipe ini adalah besar diseluruh bagian badan, tipe ovid umumnya terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetika.
4. Klasifikasi dalam Obesitas
1. Menurut klasifikasi WHO (World Healthy Organization) dalam Mangoenprasodjo (2005), pengklasifikasian obesitas dilakukan dengan cara:
Berat badan (kg)
Tinggi badan (m)2
Tabe 3.1
Indeks Massa Tubuh Menrut WHO
Kategori
IMT (kg/m2)
Resiko Penyakit Penyerta
Underweight
Normal
Overweight
Obesitas I
Obesitas II
Obesitas III
< 18,5
18,5 – 24,9
25,0 – 29,9
30,0 – 34,4
35,0 – 39,9
40,0
Rendah
Rata-rata
Meningkat
Sedang
Parah
Sangat parah
2. Menurut standar Brocca :
BB Ideal = (TB - 100) - 10%(TB - 100)
3. Relatife Body Weight :
BB
RBW = X 1000
TB – 100
Dimana criteria RBW adalah:
a. 90% disebut underweight
b. 90 – 100% disebut normal (ideal)
c. 110% disebut overweight
d. 120% disebut obesitas (kegemukan)
4. Standar Deviasi:
Status gizi ditentukan dengan menggunakan Z-Score dari data yang diperoleh dengan rumus:
BB – BB rks
BB/TB – Z =
SD rks
Keterangan : rsk = rekomendasi
Kemudian dibandingkan dengan WHO – NCHS (National Center for Health Statistics) yaitu:
Obesitas, bila Z – Score terletak > + 3 SD
Gemuk, bila Z – Score terletak > + 2 SD Sampai + 3 SD
Normal, bila Z – Score terletak ≥ -2 SD Sampai + 2 SD
Kurus, bila Z – Score terletak < -2 SD sampai ≥ -3 SD
Buruk, bila Z – Score terletak < + 3 SD
5. Penyebab Obesitas
Menurut para ahli, didasarkan pada hasil penelitian, obesitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor umur, jenis kelamin, genetik, pola makan yang berlebihan, kurang gerak/olahraga, emosi dan faktor lingkungan, faktor endokrin.
a. Umur
Kegemukan sering ditemukan pada umur pertengahan, meskipun sebenarnya obesitas dapat ditemukan pada semua golongan umur. Di Negara miskin jarang ditemukan pada golongan muda, biasanya pada golongan pengusaha-pengusaha dan pejabat yang kaya dan juga pada keluarganya. Angka statistik dari perusahaan asuransi di Amerika menunjukan bahwa hanya 60% penderita obesitas yang biasa mencapai usia 60 tahun, sementara persentase untuk mereka yang berbobot badan normal atau kurus sehat adalah 90%.
b. Jenis Kelamin
Obesitas pada umumnya ditemukan pada wanita. Hal itu terjadi sesudah kehamilan dan pada masa menopause. Pada masa kehamilan terjadi kenaikan berat badan antara 7,5-12,5 kg yang mana sebagian dari kenaikan tersebut adalah peningkatan jaringan lemak sebagai cadangan untuk laktasi.
c. Genetik
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi selanjutnya pada sebuah keluarga. Kita sering menjumpai orang tua yang gemuk cenderung mempunyai anak yang gemuk pula. Dalam hal ini faktor genetika berperan dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Hal ini terjadi karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan sehingga bayi yang lahir pun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar.
d. Pola Makan Berlebihan
Orang yang gemuk lebih responsitif dibandingkan dengan orang yang mempunyai berat badan normal terhadap isyarat ekstenal, seperti rasa dan bau makanan saat makan. Orang yang gemuk cenderung makan bila ia ingin makan, bukan makan saat ia ingin lapar. Pola makan berlebih yang menyebabkan ia sulit untuk keluar dari kegemukan jika orang yang terkena obes tidak dapat mengontrol diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat badan.
e. Kurang Gerak/Olahraga
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor:
1). Tingkat aktivitas dan olahraga secara umum;
2). Angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Metabolisme basal merupakan peran yang sangat penting terhadap pengeluaran energi orang normal.
Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan, aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga energi terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi system metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktvitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi, olahraga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis normal.
f. Pengaruh Emosional
Orang gemuk seringkali mengatakan bahwa mereka cenderung makan lebih banyak apabila mereka tegang atau cemas, dan banyak eksperimen telah membuktikan kebenarannya.
Dalam suatu studi yang dilakukan White (1977) pada kelompok orang dengan berat badan berlebih dan kelompok orang dengan berat badan yang kurang, dengan menyajikan kripik (makanan ringan) setelah mereka menyaksikan 4 jenis film yang mengundang emosi yang berbeda. Pada orang gemuk didapatkan bahwa mereka lebih banyak menghabiskan kripik setelah menyaksikan film yang tegang dibandingkan sewaktu menonton film yang membosankan. Sedangkan pada orang dengan berat badan kurang, selera makan kripik mereka tetap sama setelah menonton film yang tegang dan membosankan.
g. Lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk. Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah symbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut cenderung akan menjadi gemuk. Selama pandangan tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang obesitas tidak akan mengalami masalah psikologis sehubungan dengan kegemukan.
h. Faktor Endokrin
Penyakit yang menyebabkan kegemukan sudah merupakan penyebab kelainan endokrin atau hormon.
4. Risiko Obesitas/Kegemukan
Resiko obesitas yang sudah banyak ditimbulkan dan dirasakan oleh masyarakat adalah resiko psikososial dan resiko medis.
a) Resiko psikososial
Obesitas dapat memberikan hambatan fisik, sosial dan psikologis orang obes mempunyai lebih banyak kesulitan dalam melakukan kegiatan/aktivitas fisik, sehingga dapat mempunyai kesempatan untuk berbagi kegiatan sosial. Pada orang dewasa kegemukan dapat terjadi persoalan dalam hubungan heteroseksual, sedangkan pada anak-anak dan remaja dapat timbul rasa rendah diri, rasa tertekan serta keputusasaan.
b) Resiko Medis
Obesitas cenderung mengundang timbulnya berbagai macam penyakit antara lain: Hipertensi, Diabetes Mellitus, Kardiovaskuler, Batu Empedu, gangguan Ginjal, gangguan sendi dan tulang.
c) Dapat pula terjadi gangguan biokimia dan metabolisme, dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, gula darah dan hormon insulin yang akan kembali normal bila berat badan kembali normal.
B. Tinjauan Umum Tentang Fast Food
Fast food (makanan siap saji) adalah makanan yang disiapkan di restoran dan dapat dipesan dalam waktu singkat. Makanan ini dapat memenuhi kebutuhan seseorang yang mengkonsumsinya, tergantung dari apa yang dimakan dan kebutuhan orang yang memakannya. Disebut fast food karena singkatnya waktu bahkan nyaris tidak ada waktu antara pemesanan dengan pelayanan atau penyajian makanan (Hadju, 1996). Pola makan tidak sehat biasa dilihat dari seringnya mengkonsumsi fast food yang lebih banyak mengandung kolesterol, karbohidrat, lemak dan garam.
Menurut penelitian yang dilakukan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) pada restoran fast food mengatakan bahwa fast food mengandung sodium yang tinggi baik garam dapur maupun vitsin yang banyak digunakan dalam fast food. Beberapa jenis fast food yang telah diteliti kandungan kalori, lemak dan sodiumnya antara lain: kentang goreng (Mc Donald’s) kandungan kalorinya 220, lemak 3 sendok teh, sodium 109 mg. untuk hamburger (Mc Donald’s Hamburger) mengandung 263 kalori, lemak 34 sendok teh, sodium 306 mg. Seperti banyak produksi makanan lainnya, fast food juga mengandung beberapa bahan tambahan yang diperlukan agar penampilannya makin menarik dan juga diberi rasa sedap pada makanan (Simammora dkk, 1996).
Di Amerika Serikat yang sering disebut sebagai markas dari fast food sendiri terdapat sekitar 300 ribu restoran siap saji, yang beberapa diantaranya sudah melanglang ke berbagai Negara. Fast food menjadi sangat populer karena terkait dengan gaya hidup modern yang serba cepat. fast food menjanjikan kepraktisan, predictable, dan yang pastinya cepat saji.
Jenis makanan fast food (Karimini, 1994) antara lain:
1. Makanan tradisional Indonesia : Ati ayam goreng, ayam presto, empal goreng, soto, mie bakso, mie instant, paru goreng.
2. Makanan ala barat : Fried chicken, French fries, hotdog,hamburger, cheese burger, beef burger, chicken sandwich, chicken fillet, steak, ice cream.
3. Makanan Itali : Pizza, spageti, lasagna.
4. Makanan Cina : Hoon tahu, tahu telur, cap cay.
5. Makanan Jepang : Teriyaki, chikiniku, shabushabu, tempura udang.
Kandungan lemak, jenuh, kolesterol dan garam pada porsi fast food, dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 3.2
Kandungan Lemak, Lemak Jenuh, Kolesterol dan Garam
Pada Setiap Porsi Fast Food
Jenis Makanan
Lemak(gr)
Lemak Jenuh (gr)
Kolesterol (mg)
Garam
(mg)
1.Burger
Mc. Donald’s
American
2.Fried Chicken
Kentucky
California
Texas
3.Pizza
4.Frech Fries
9,1
12,6
22,9
16,2
30,9
23,1
16,4
0,7
2,23
16,2
16,2
3,1
13,1
6,3
8,9
96,7
85,5
151,4
150,5
110,7
108,7
1,1
2080
2490
2520
1460
2460
4580
720
Sumber : Moehji 2004, dalam Mustafa 2007
Pada era globalisasi ini, kita perlu selektif terhadap makanan yang kita pilih. Berbagai macam makanan sering kita jumpai seperti makanan cepat saji yang makin banyak pada zaman modern sekarang. Fast food merupakan makanan siap saji yang mengandung tinggi kalori, tinggi lemak, dan rendah serat. Konsumsi yang tinggi terhadap makanan fast food diduga dapat menyebabkan obesitas karena kandungan dari makanan fast food tersebut.
C. Tinjauan Umum Tentang Pola makan
Pola makan adalah semua makanan yang sering dipersiapkan untuk dikonsumsi yang dapat diketahui dengan cara menghitung skor dari konsumsi makanan tersebut. Sedangkan metode frekuensi adalah suatu prosedur yang memperkirakan seberapa sering makanan tersebut dikonsumsi oleh individu. Frekuensi biasanya adalah kualitatif yang dihitung perhari, perminggu, perbulan.
Pola makan adalah tingkah laku manusia dalam mememnuhi kebutuhannya yang meliputi sikap kepercayaan dan pemilihan makanan. Pola makan juga disebut kebiasaan makan atau pola pangan (Khumaidi, 1994).
Secara umum pola makan dapat digolongkan menjadi makanan pokok sebagai sumber utama kalori, lauk-pauk untuk memenuhi kebutuhan protein yang berfungsi bagi mekanisme pertahanan, pertumbuhan, perbaikan jaringan yang rusak dan pemeliharaan, lemak untuk memberikan asam lemakesensial dan sebagai pelarut vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, sayuran dan buah untuk mensuplai vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini mengacu pada menu seimbang yang lebih dikenal dengan istilah empat sehat lima sempurna.
D. Tinjauan Umum Tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola makan Fast Food
1. Tinjauan Umum Tentang Frekuensi Makanan
Frekuensi makan adalah jumlah keseringan seseorang dalam mengkonsumsi makanan yang dihitung dalam sehari. Frekuensi makan terkait dengan susunan makanan yang dikonsumsi setiap hari untuk mencukupi kebutuhan tubuh, baik kuantitas maupun kualitasnya menunjukan adanya zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dalam susunan makanan. Sedangkan kuantitasnya menunjukan kuanrum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Susunan makanan yang dianggap baik dan sesuai saat ini adalah untuk menjaga kondisi badan sesuai dalam memenuhi kebutuhan zat gizi yang cukup (Murniati, 1999).
Frekuensi makan satu hari, terdiri dari hidangan berupa makan pagi, makan siang, makan malam, dan kadang-kadang ditambahkan juga makanan selingan. Frekuensi makan yang seperti itu sudah lazim digunakan pada remaja. Dimana remaja sangat terkait pada jam sekolahnya, yaitu antara jam 08.00 pagi sampai jam 02.00 sore. Sebelum berangkat, remaja makan lebih dulu dan setelah pulang dari sekolah baru makan siang. Kemudian malam harinya baru makan malam. Pada remaja yang sedikit mampu, biasanya pada jam 05.00 sore ia menyediakan makanan ringan beruap selingan. Dengan demikian frekuensi makan sehari yang lengkap akan terdiri dari makan pagi, makan siang, makan selingan dan makan malam (Moehji, 1980 dalam Saidah, 2006).
2. Tinjauan Umum Tentang Jumlah Asupan Zat Gizi (karbohidrat, protein, lemak) dalam Fast Food
Banyaknya restoran-restoran yang menyajikan makanan siap saji, mengakibatkan pemilihan jenis dan jumlah makanan tidak lagi didasarkan pada kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tetapi lebih mengarah kepada pertimbangan rasa makanan yang enak termaksud makanan jenis fast food. Biasanya makanan yang enak cenderung mengandung protein dan lemak yang tinggi, sehingga pada akhirnya akan berdampak pada konsumsi energi yang berasal dari lemak serta protein yang tinggi. Tingginya konsumsi energi terutama yang berasal dari lemak akan berpengaruh terhadap terjadinya obesitas.
Didalam makanan termaksud jenis fast food terdapat berbagai macam asupan yang sifatnya saling mendukung, untuk terciptanya status gizi yang baik dan seimbang, namun jika berlebihan akan mengakibatkan obesitas atau kegemukan. Asupan-asupan tersebut antara lain :
1. Asupan Karbohidrat
Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 gram karbon. Secara umum definisi karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom karbon, hidrogen dan oksigen dan pada umumnya unsur hidrogen dan oksigen dalam komposisinya menghasilkan H2O. Di dalam tubuh karbohidrat dapat terbentuk berupa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak. Akan tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari, terutama sumber bahan makanan yang berasal dari tumbuhan (Hutagalung, 2004 dalam Saidah, 2006).
Karbohidrat dalam tubuh berfungsi sebagai salah satu sumber energi utama, selain protein dan lemak (Djaeni, 1991). Karbohidrat sebagai sumber energi memberikan 4 kkal (kilo kalori) setiap satu gram karbohidrat. Umumnya di Indonesia 70-80% dari keseluruhan energi untuk keperluan tubuh berasal dari karbohidrat. Karbohidrat yang terkandung dalam makanan umumnya ada 3 jenis, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
2. Asupan Protein
Protein seperti juga halnya lemak dan karbohidrat mengandung karbon, hidrogen dan oksigen. Protein ini termaksud unik karena mengandung sekitar 16% nitrogen, 19% sulfur dan kadang-kadang bahan lainnya seperti fosfor, iron, kobal. Adanya ciri-ciri yang menunjukan kehidupannya (Hadju, 1996).
Protein dalam makanan akan terlibat dalam pembentukan jaringan protein dan berbagai fungsi metabolisme yang spesifik. Dalam proses anabolik, protein dirubah menjadi asam amino yang diperlukan untuk membangun dan mempertahankan jaringan tubuh.
3. Asupan Lemak
Lemak merupakan zat gizi yang padat, energi, nilai kalorinya 9 kalori setiap gram lemak. Dalam bentuk lemak dapat disimpan energi dalam jumlah besar di dalam masa kecil dam memerlukan banyak air seperti pada penimbuanan karbohidrat dan protein, sehingga mempunyai volume maupun berat yang relatif rendah. Makanan dengan kandungan lemak yang tinggi merupakan penyebab terjadinya kelebihan kalori. Kelebihan kalori akan ditumpuk sebagai lemak tubuh, keadaan demikian merupakan pangkal terjadinya kegemukan.
Lemak juga merupakan salah satu sumber energi, dalam setiap gram dari lemak dapat memberikan 9 kkal, lebih dari dua kali lipat jumlah energi yang diberikan oleh karbohidrat. Lemak membantu protein dalam pembuatan jaringan yang selebihnya dapat digunakan sebagai energi. Lemak yang melapisi tubuh, menahan panas tubuh dan mempertahankan suhu tubuh. Lemak membantu pengangkutan dan absorbsi vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Lemak membantu pengeluaran cairan lambung serta memberikan rasa kenyang setelah makan. Lemak tubuh pada umumnya disimpan sebagai berikut ; 50% dijaringan bawah kulit, 45% disekeliling organ dalam rongga perut, dan 5% dijaringan intrasmukuler (Tupen, 2007).
E. Tinjauan Umum Pengetahuan tentang Fast Food
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Natoatmodjo, 2003).
Menurut Benyamin Bloom, pengetahuan merupakan bagian dari domain kongnitif yang mempunyai 6 tingkatan, yakni:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termaksud juga mengingat kembali terhadap suatu spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (Comprehension)
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
4. Analisis (Analysis)
Analisi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam komponen-komponen yang masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Yaitu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain kemampuan menganalisa dan juga mampu menyusun kembali baik bentuk semula maupun kebentuk yang lain.
6. Evaluasi (Evaluation)
Yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Alan Bert mengemukakan, pengetahuan tentang kesehatan terutama gizi akan memberikan pengaruh terhadap kebiasaan makan. Walaupun pengetahuan merupakan bagian dari kawasan perilaku namun tidak menjamin bahwa seseorang dengan pengetahuan yang cukup memiliki perilaku yang sama (Thaha, 1999).
Menurut Ida Ayu dan Hamam (Gizi Poliklinik Denpasar Bali), tingkat pendidkan orang tua juga sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki. Semakin tinggi pendidikan orang tua, semakin banyak pengetahuan tentang gizi. Pengetahuan dalam pemilihan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh anaknya. Pengetahuan gizi yang baik akan berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Pengetahuan gizi akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Masalah gizi lebih jelas merupakan masalah perilaku konsumen yang keliru, yang disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan kesadaran gizi masyarakat. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran gizi masyarakat merupakan resultasi dari kurangnya penyuluhan tentang perilaku gizi baik dan gencarnya promosi makanan trendy fast food dan health food dipihak lain (Kodyat, 1994).
F. Tinjauan Umum Tentang Remaja
Masa remaja adalah masa yang menyenangkan, namun juga merupakan masa yang kritis dan sulit, karena merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial (Dariyo, 2004). Berkaitan dengan pertumbuhan fisik tersebut, bentuk tubuh yang ideal dan wajah yang menarik merupakan hal yang diidam-idamkan oleh semua orang, apalagi oleh banyak remaja yang mulai mengembangkan konsep diri dan juga hubungan heteroseksual. Untuk itu kecenderungan untuk menjadi gemuk atau obesitas dapat menggangu sebagian anak pada masa puber, dan menjadi sumber keprihatinan selama tahun-tahun awal masa remaja (Hurlock, 1980).
World Health Organization (WHO) 1974, mendefinisikan remaja berdasarkan tiga kriteria, psikologik dan sosial ekonomi sehingga secara lengkap defenisi remaja adalah suatu masa dimana (Sarwono, 1994):
1. Individu berkembang dari saat pertamakali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekunder sampai ia mencapai kematangan seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi remaja.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
WHO menetapkan usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu remaja awal (10-14 tahun), remaja akhir (15-20 tahun) sebagai usia pemuda. Sedangkan Indonesia memberikan batasan untuk remaja adalah usia 11-24 tahun.
Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunujukan masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan. Pada pria mulai dari usia 14 tahun dan pada wanita usia 12 tahun. Transisi ke masa dewasa memang bervariasi, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orang tua mereka.
Salah satu kebiasaan remaja adalah remaja banyak mengatur diri diluar rumah tanpa memperhatikan kondisi mereka yang tercermin dari kebiasaan hidup tidak teratur misalnya makan tidak teratur serta kebiasaan makan tanpa memperhatikan kandungan gizi makanan yang dikonsumsi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi makanan masa remaja sehingga akan mempengaruhi keadaan gizinya, yaitu:
1. Faktor Psikologis
Remaja cenderung mengkonsumsi makanan yang berlebihan saat dalam keadaan tegang, cemas, atau sedang dilema.
2. Kebiasaan Makan
Remaja sering menerapakan kebiasaan makan yang buruk dalam kesehariannya. Mereka makan seadanya tanpa mengetahui kebutuhan akan berbagai zat gizi dan dampak tidak terpenuhinya kebutuhan akan berbagai zat gizi dan dampak tidak terpenuhinya kebutuhan zat gizi tersebut terhadap kesehatan mereka.
3. Lingkungan
Pengaru lingkungan sangat berpengaruh terhadap konsumsi makanan remaja. Contohnya kantin-kantin yang tersedia di sekolah mereka yang banyak menyediakan makanan yang tinggi akan energi, protein dan lemaknya seperti fast food.
4. Sosial Budaya
Perubahan pengetahuan, sikap perilaku dan gaya hidup mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.
5. Pengaruh obat-obatan
Beberapa remaja sering menggunakan obat-obatan seperti heroin, shabu, pil, yang dapat berpengaruh buruk terhadap nafsu makan.

ARTIKEL TERKAIT:

0 komentar:

Postingan Populer