HUBUNGAN POLA MAKAN FAST FOOD DEGAN KEJADIAN OBESITAS
PADA REMAJA DI SMP FRATER MAKASSAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan tingkat kemakmuran di Indonesia diikuti oleh perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan dari masyarakat baik dalam keluarga maupun diluar rumah. Pola makan terutama di kota–kota besar, bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan barat yang dapat menimbulkan mutu gizi yang tidak seimbang seperti fast food (makanan siap saji). Pola makan tersebut merupakan jenis-jenis makanan yang
bermanfaat, akan tetapi secara potensial mudah menyebabkan kelebihan masukan kalori jika tidak dikonsumsi secara seimbang. Berbagai makanan yang tergolong fast food tersebut adalah kentang goreng, ayam goreng, hamburger, soft drink, pizza, hotdog, donat, ice cream, mie bakso dan lain-lain.
bermanfaat, akan tetapi secara potensial mudah menyebabkan kelebihan masukan kalori jika tidak dikonsumsi secara seimbang. Berbagai makanan yang tergolong fast food tersebut adalah kentang goreng, ayam goreng, hamburger, soft drink, pizza, hotdog, donat, ice cream, mie bakso dan lain-lain.
Tubuh memperoleh energi/kalori dari makanan yang dikonsumsi setiap hari. Untuk menjaga agar jangan terjadi defisiensi ataupun gangguan kesehatan lainnya, makanan yang dimakan haruslah sesuai dengan kebutuhan tubuh baik dalam jumlah kalori maupun komposisi zatnya. Kelebihan kalori yang terdapat dalam makanan yang dikomsumsi, terutama makanan yang banyak mengandung lemak, protein dan karbohidrat dapat menyebabkan terjadinya kegemukan atau obesitas.
Obesitas meningkatkan resiko kematian untuk semua penyebab kematian. Orang yang mempunyai berat badan 40% lebih berat dari berat badan rata-rata populasi mempunyai resiko kematian dua kali lebih besar dibandingkan orang dengan berat badan rata-rata (Lewd an Garfinkel, 1979). Kenaikan mortalitas diantara penderita obesitas merupakan akibat dari beberapa penyakit yang mengancam kehidupan seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, penyakit kandung kemih, kanker gastrointestinal dan kanker yang sensitif terhadap perubahan hormon. Orang obes juga mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita beberapa masalah kesehatan seperti back pain, arthritis, infertilitas, dan fugsi psychososial yang menurun (Hadi, 2005).
Menurut Word Health Organization (WHO), angka kejadian obesitas di negara maju seperti di Amerika Serikat, Australia dan di negara-negara Eropa sangat tinggi. WHO memperkirakan sekitar 1,6 milyar orang dewasa di seluruh dunia menderita kelebihan berat badan, dan setidaknya 400 juta orang dewasa menderita obesitas (kegemukan).
Sebuah penelitian di Inggris tahun 2003 menyebutkan, dari seluruh negara Eropa yang paling banyak jumlah anak obesitasnya adalah Inggris. Anak-anak tersebut berusia 11-14 tahun. Dari hasil penelitian, 26% anak-anak obesitas sudah menunjukan beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya jantung koroner, seperti hipertensi, meningkatnya kadar kolesterol, dan kadar gula darah. Mayoritas anak-anak di Inggris mengkonsumsi makanan cepat saji.
Penelitian yang dilakukan di Kuwait pada remaja usia 10-14 tahun menunjukan bahwa sekitar 30-32% dari mereka mengalami kelebihan berat badan dan sekitar 13-15% obesitas. Sedangkan penelitian yang dilakukan di daerah Karibia menunjukan bahwa dari 1090 remaja usia 14-17% yang diteliti terdapat 13% yang kelebihan berat badan (Bardosono, 2005).
Data tentang obesitas di Indonesia belum bisa menggambarkan prevalensi obesitas seluruh penduduk. Survei nasional yang dilakukan pada tahun 1996/1997 di ibukota seluruh propinsi Indonesia menunjukan bahwa 8,1% penduduk laki-laki dewasa (≥ 18 tahun) mengalami overweight dengan Body Maks Indeks (BMI) 25-27 dan 6,8% mengalami obesitas, 10,5% penduduk wanita dewasa mengalami overweight dan 13,5% mengalami obesitas. Pada kelompok umur 40-49 tahun overweight maupun obesitas mencapai puncaknya yaitu masing-masing 24,4% dan 23% pada laki-laki dan 30,4% dan 43% pada wanita (Depkes, 2003).
Studi yang dilakukan pada tahun 2003 (Hadi, 2005) dengan melibatkan 4.747 siswa/siswi SLTP kota Yogyakarta dan 4.602 siswa/siswi SLTP Kabupaten Bantul ditemukan bahwa 7,8% remaja di Kota Yogyakarta dan 2 % remaja Kabupaten Bantul mengalami obesitas. Rata-rata asupan energi anak obesitas di Kota Yogyakarta adalah 2818,3 ± 499,4 kkal/hari sedangkan rata-rata asupan energi remaja non obesitas di Kota Yogyakarta adalah 2210,4 ± 329,8 kkal/hari. Dengan kata lain bahwa asupan energi remaja obesitas adalah 607,9 kkal/hari lebih tinggi dibandingkan remaja yang tidak mengalami obesitas.
Sampai dengan saat ini belum ada data nasional tentang obesitas pada anak dan remaja. Akan tetapi survei yang dilakukan akhir-akhir ini pada anak remaja siswa/siswi SLTP di Yogyakarta menunjukan bahwa 7,8% remaja di perkotaan dan 2% remaja di daerah pedesaan mengalami obesitas (Hadi, 2004). Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh program studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran UGM pada tahun 2005, dari 90.000 siswa SMP di Yogyakarta, sebanyak 10% mengalami obesitas atau kelebihan berat badan. Angka prevalensi obesitas diatas sudah merupakan peringatan bagi pemerintah dan masyarakat luas bahwa obesitas dan segala implikasinya sudah merupakan ancaman yang serius bagi masyarakat Indonesia khususnya di kota-kota besar.
Menurut Damayanti Rusli Syarif (Indonesia University, Jakarta), kejadiaan obesitas hanya 10% yang disebabkan oleh faktor genetika sedangkan yang sangat besar adalah faktor lingkungan. Lingkungan kita yang seperti sekarang ini sangat mendukung untuk terjadinya obesitas karena hampir seluruh restoran yang tersebar di seluruh kota kebanyakan menyediakan makanan cepat saji (fast food).
Fast food merupakan sumber protein dan lemak yang sangat baik, sebab kandungan kedua gizi ini cukup tinggi. Tetapi menu makanan yang sehat itu adalah seimbang dari segi jumlah dan kualitas. Lemak harus ada tapi tidak berlebihan, protein harus cukup tetapi tidak harus tinggi karena protein itu mahal dan protein lebih baik bila dikonsumsi dari berbagai sumber sehingga asam aminonya akan saling melengkapi dan dapat dimanfaatkan secara efisien (Anwar, 1994).
Hasil penelitian di SMU Cendrawasih Makassar menunjukan sebanyak 18,4% rata-rata remaja di sekolah tersebut memiliki konsumsi energi yang berlebihan yaitu mencapai 2200 kkal/hari yang bersumber dari makanan fast food. Banyak konsumsi energi lebih tersebut menyebabkan remaja beresiko untuk mengalami obesitas (Rifkayanti, 2004 dalam Mustafa, 2007).
Hasil penelitian yang dilakukan pada remaja kelas II di SMU Negri 6 makassar menunjukan bahwa pola makan fast food yang tinggi didapatkan pada remaja yang memiliki status gizi lebih (obesitas) yaitu 6,6% sedangkan yang pola makan fast food rendah didapatkan pada status gizi lebih hanya 1,7%. Disini jelas bahwa orang yang memiliki status gizi lebih, sering mengkonsumsi fast food (Asmawati, 2005).
SMP Frater Makassar dipilih sebagai lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan Dinas Pendidikan Nasional kota Makasaar sebagai salah satu SMP Favorit di kota Makassar karena fasilitas yan memadai serta prestasi-prestasi yang diperoleh para siswa. Selain itu, siswa yang bersekolah di SMP tersebut berasal dari golongan ekonomi menegah keatas. Dimana pada keadaan tersebut mulai timbul kebiasaan atau gaya hidup makan bersama di restoran fast food.
Berdasrkan observasi secara langsung pada bulan April tahun 2008, terdapat sekitar 78 siswa di SMP Frater Makassar mengalami obesitas.Oleh karena itu pada penelitian ini, peneliti berupaya mengungkap hubungan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Frater Makassar.
B. Batasan Masalah
Pola makan fast food yang umumnya mengandung kolesterol tinggi terus meningkat, terutama dikalangan penduduk perkotaan. Anak-anak dan remaja merupakan konsumen yang merupakan sasaran utama. Sudah sangat banyak peringatan untuk tidak banyak mengkonsumsi fast food namun kenyataannya konsumen fast food makin meningkat.
Di Indonesia diperoleh data bahwa jumlah remaja yang mengaku sangat menyukai mengkonsumsi makanan fast food mencapai 56,9% (Mustafa, 2007). Atas dasar masalah tersebut peneliti berupaya mengungkap hubungan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada remaja sebagai sasaran utama pasar.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola makan fast food pada remaja antara lain frekuensi makan, jumlah asupan zat gizi, kebiasaan makan, pengetahuan tentang fast food, keadaan ekonomi keluarga, dan lain sebagainya. Banyaknya faktor yang berhubungan dengan pola makan, maka pada penelitian ini dibatasi pada frekuensi makan fast food, Jumlah asupan zat gizi dalam fast food (karbohidrat, protein, lemak) serta pengetahuan tentang fast food.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada batasan masalah, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan frekuensi makan fast food dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Frater Makassar?
2. Apakah ada hubungan jumlah asupan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak) dalam fast food dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Frater Makassar?
3. Apakah ada hubungan pengetahuan tentang fast food dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Frater Makassar?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pola makan Fast Food dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Frater Makassar Tahun 2008.
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan frekuensi makan fast food dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Frater Makassar.
b. Untuk mengetahui hubungan jumlah asupan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak) dalam fast food dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Frater Makassar.
c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang fast food dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Frater Makassar.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Institusional
a. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi instansi kesehatan dalam menentukan kebijakan di bidang kesehatan, khususnya masalah kegemukan (obesitas). Serta membantu pihak sekolah dalam memberikan penyuluhan gizi kepada siswa dan masyarakat untuk memperluas wawasan.
b. Dapat memberikan informasi tentang pola makan fast food dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Frater Makassar.
2. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapakan dapat menambah pengetahuan serta pengembangan wawasan berfikir bagi pembaca dan merupakan salah satu bahan bacaan bagi peneliti berikutnya.
3. Manfaat Praktis
Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman yang sangat berharga selama penelitian dan memperluas wawasan dan pengetahuan tentang hubungan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada remaja melalui penelitian.
ARTIKEL TERKAIT:
0 komentar:
Posting Komentar